Kitab Deuterokanonika adalah kumpulan kitab-kitab yang termasuk dalam Alkitab versi Katolik dan Ortodoks, tetapi tidak diakui dalam kanon Alkitab Ibrani atau Alkitab Protestan. Berikut adalah sejarah lengkap kitab Deuterokanonika:
1. Asal Usul dan Penyusunan
- Periode Penulisan: Kitab-kitab Deuterokanonika ditulis pada periode antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sekitar abad ke-3 hingga abad ke-1 SM. Masa ini sering disebut sebagai periode intertestamental.
- Bahasa Penulisan: Sebagian besar kitab ditulis dalam bahasa Yunani, terutama di wilayah budaya Helenistik, meskipun beberapa kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram dan kemudian diterjemahkan ke dalam Yunani.
- Lokasi: Kitab-kitab ini terutama berasal dari komunitas Yahudi di diaspora, khususnya di Mesir (seperti Alexandria).
2. Kitab-Kitab yang Termasuk
Kitab Deuterokanonika meliputi:
- Tobit
- Yudit
- Kebijaksanaan Salomo
- Yesus bin Sirakh (Sirakh/Ecclesiasticus)
- Barukh (termasuk Surat Yeremia)
- 1 Makabe
- 2 Makabe
- Tambahan dalam Ester
- Tambahan dalam Daniel (Nyanyian Azarya, Susana, Bel, dan Naga)
3. Septuaginta
- Kitab-kitab Deuterokanonika pertama kali dihimpun dalam Septuaginta (LXX), terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang diselesaikan sekitar abad ke-3 hingga ke-2 SM.
- Septuaginta digunakan secara luas oleh komunitas Yahudi diaspora Yunani dan menjadi teks yang banyak dikutip oleh penulis Perjanjian Baru.
4. Pengakuan dalam Gereja Awal
- Gereja Awal: Kitab-kitab ini dihormati dan digunakan oleh para Bapa Gereja untuk pengajaran dan ibadah.
- Konsili Hippo (393 M) dan Kartago (397 M): Kanon Alkitab yang mencakup kitab-kitab Deuterokanonika ditegaskan dalam konsili ini, meskipun bukan keputusan universal di seluruh Gereja.
5. Penolakan oleh Komunitas Yahudi
- Pada abad pertama Masehi, komunitas Yahudi di Yudea mulai menolak kitab-kitab Deuterokanonika karena tidak ditulis dalam bahasa Ibrani atau karena tidak diakui dalam kanon Ibrani di Palestina.
- Konsili Yahudi di Yamnia (sekitar tahun 90 M) dianggap sebagai momen penetapan kanon Alkitab Ibrani, meskipun statusnya masih diperdebatkan. Kitab-kitab Deuterokanonika tidak termasuk dalam kanon ini.
6. Reformasi Protestan
- Selama Reformasi abad ke-16, Martin Luther dan reformator lainnya memilih untuk mengacu pada kanon Alkitab Ibrani dan menghapus kitab-kitab Deuterokanonika dari kanon Alkitab Protestan.
- Kitab-kitab ini tetap dimasukkan dalam Alkitab Protestan awal tetapi ditempatkan dalam bagian terpisah yang disebut Apokrifa dan tidak dianggap sebagai kitab yang diinspirasikan.
7. Konsili Trente (1545–1563)
- Sebagai tanggapan terhadap Reformasi, Gereja Katolik menegaskan kembali kanon Alkitab termasuk kitab-kitab Deuterokanonika dalam Konsili Trente.
- Kitab-kitab ini dinyatakan sebagai bagian integral dari Alkitab Katolik dan setara dengan kitab-kitab lainnya.
8. Penggunaan dalam Gereja Ortodoks
- Gereja Ortodoks Timur juga mengakui kitab-kitab Deuterokanonika, bahkan memiliki tambahan lainnya seperti 3 Makabe, 4 Makabe, dan Mazmur 151.
9. Kontroversi dan Pengaruh
- Kontroversi: Perdebatan tentang status kitab-kitab ini terus berlangsung antara tradisi Katolik, Ortodoks, dan Protestan.
- Pengaruh: Kitab Deuterokanonika memiliki pengaruh teologis dan budaya yang besar. Contohnya, Kebijaksanaan Salomo membahas gagasan tentang kebijaksanaan ilahi yang dianggap merujuk pada Logos dalam Perjanjian Baru.
Ringkasan
Kitab Deuterokanonika mencerminkan tradisi Yahudi Helenistik yang kaya dan menjadi jembatan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Meskipun tidak diakui oleh semua tradisi Kristen, kitab-kitab ini memiliki nilai sejarah, teologis, dan spiritual yang penting.