Renungan 23-11-2024: "Menghidupi Kasih sebagai Cerminan Allah"
Dalam 1 Yohanes 4:7-8 tertulis: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Ayat ini menegaskan bahwa kasih adalah inti dari identitas kita sebagai orang percaya. Jika kita mengaku mengenal Allah, maka kasih harus nyata dalam setiap aspek hidup kita.
Menghidupi kasih tidak hanya berarti menunjukkan kebaikan kepada orang yang kita sukai. Justru, kasih yang sejati terlihat ketika kita bisa mengasihi mereka yang sulit untuk dikasihi, seperti musuh kita atau orang yang pernah melukai kita. Dalam Matius 5:44, Yesus mengajarkan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Perintah ini menantang, tetapi inilah yang membuat kasih Kristen berbeda dari kasih dunia.
Kasih adalah tindakan, bukan sekadar perasaan. Dalam 1 Korintus 13:4-7, Rasul Paulus menjelaskan karakteristik kasih: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” Kasih menuntut pengorbanan, kerendahan hati, dan pengampunan.
Dalam kehidupan sehari-hari, menghidupi kasih bisa diwujudkan melalui hal-hal sederhana. Sebuah senyuman, kata-kata yang membangun, atau membantu seseorang yang membutuhkan adalah bentuk kasih yang nyata. Ketika kita menunjukkan kasih kepada sesama, kita sedang mencerminkan karakter Allah yang adalah kasih.
Namun, tantangan terbesar sering kali muncul dalam keluarga kita sendiri. Ada kalanya kita lebih mudah menunjukkan kasih kepada orang asing daripada kepada anggota keluarga yang dekat dengan kita. Padahal, keluarga adalah tempat pertama di mana kasih Allah seharusnya tampak nyata. Firman Tuhan dalam Efesus 4:32 berkata: “Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Menghidupi kasih juga berarti memiliki hati yang rela mengampuni. Pengampunan adalah salah satu bentuk kasih yang paling sulit, tetapi juga yang paling penting. Ketika kita mengampuni, kita melepaskan diri dari beban kebencian dan memberi ruang bagi kasih Allah untuk bekerja dalam hati kita. Kolose 3:13 mengingatkan: “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain.”
Dunia saat ini membutuhkan lebih banyak orang yang hidup dalam kasih. Kebencian, perpecahan, dan egoisme sering kali menjadi pemandangan yang umum. Namun, sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk menjadi agen kasih di mana pun kita berada. Ketika kasih kita nyata, dunia akan melihat bahwa kita adalah murid-murid Kristus.
Kasih bukanlah hal yang bisa kita wujudkan dengan kekuatan sendiri. Kita membutuhkan Roh Kudus untuk memampukan kita. Dalam Roma 5:5, Paulus berkata: “Sebab kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Dengan pertolongan Roh Kudus, kita dapat mengasihi bahkan ketika itu tampaknya mustahil.
Hari ini, renungkanlah: Bagaimana kasih Anda kepada sesama? Apakah hidup Anda sudah mencerminkan kasih Allah? Jangan hanya menunggu orang lain untuk menunjukkan kasih terlebih dahulu. Jadilah yang memulai, karena kasih Allah yang kita terima jauh lebih besar daripada apa pun yang dapat kita berikan.
Mari kita berdoa: “Tuhan, Engkau adalah kasih, dan kami ingin hidup kami mencerminkan kasih-Mu. Ajarlah kami untuk mengasihi dengan tulus, bahkan kepada mereka yang sulit kami kasihi. Singkirkan segala kebencian, kesombongan, dan dendam dari hati kami. Penuhi kami dengan Roh-Mu, agar kasih-Mu terpancar melalui hidup kami. Dalam nama Yesus kami berdoa, Amin.” Biarlah kasih menjadi identitas hidup kita, sehingga dunia melihat Allah melalui kita. Amin.
Dalam 1 Yohanes 4:7-8 tertulis: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Ayat ini menegaskan bahwa kasih adalah inti dari identitas kita sebagai orang percaya. Jika kita mengaku mengenal Allah, maka kasih harus nyata dalam setiap aspek hidup kita.
Menghidupi kasih tidak hanya berarti menunjukkan kebaikan kepada orang yang kita sukai. Justru, kasih yang sejati terlihat ketika kita bisa mengasihi mereka yang sulit untuk dikasihi, seperti musuh kita atau orang yang pernah melukai kita. Dalam Matius 5:44, Yesus mengajarkan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Perintah ini menantang, tetapi inilah yang membuat kasih Kristen berbeda dari kasih dunia.
Kasih adalah tindakan, bukan sekadar perasaan. Dalam 1 Korintus 13:4-7, Rasul Paulus menjelaskan karakteristik kasih: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” Kasih menuntut pengorbanan, kerendahan hati, dan pengampunan.
Dalam kehidupan sehari-hari, menghidupi kasih bisa diwujudkan melalui hal-hal sederhana. Sebuah senyuman, kata-kata yang membangun, atau membantu seseorang yang membutuhkan adalah bentuk kasih yang nyata. Ketika kita menunjukkan kasih kepada sesama, kita sedang mencerminkan karakter Allah yang adalah kasih.
Namun, tantangan terbesar sering kali muncul dalam keluarga kita sendiri. Ada kalanya kita lebih mudah menunjukkan kasih kepada orang asing daripada kepada anggota keluarga yang dekat dengan kita. Padahal, keluarga adalah tempat pertama di mana kasih Allah seharusnya tampak nyata. Firman Tuhan dalam Efesus 4:32 berkata: “Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Menghidupi kasih juga berarti memiliki hati yang rela mengampuni. Pengampunan adalah salah satu bentuk kasih yang paling sulit, tetapi juga yang paling penting. Ketika kita mengampuni, kita melepaskan diri dari beban kebencian dan memberi ruang bagi kasih Allah untuk bekerja dalam hati kita. Kolose 3:13 mengingatkan: “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain.”
Dunia saat ini membutuhkan lebih banyak orang yang hidup dalam kasih. Kebencian, perpecahan, dan egoisme sering kali menjadi pemandangan yang umum. Namun, sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk menjadi agen kasih di mana pun kita berada. Ketika kasih kita nyata, dunia akan melihat bahwa kita adalah murid-murid Kristus.
Kasih bukanlah hal yang bisa kita wujudkan dengan kekuatan sendiri. Kita membutuhkan Roh Kudus untuk memampukan kita. Dalam Roma 5:5, Paulus berkata: “Sebab kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Dengan pertolongan Roh Kudus, kita dapat mengasihi bahkan ketika itu tampaknya mustahil.
Hari ini, renungkanlah: Bagaimana kasih Anda kepada sesama? Apakah hidup Anda sudah mencerminkan kasih Allah? Jangan hanya menunggu orang lain untuk menunjukkan kasih terlebih dahulu. Jadilah yang memulai, karena kasih Allah yang kita terima jauh lebih besar daripada apa pun yang dapat kita berikan.
Mari kita berdoa: “Tuhan, Engkau adalah kasih, dan kami ingin hidup kami mencerminkan kasih-Mu. Ajarlah kami untuk mengasihi dengan tulus, bahkan kepada mereka yang sulit kami kasihi. Singkirkan segala kebencian, kesombongan, dan dendam dari hati kami. Penuhi kami dengan Roh-Mu, agar kasih-Mu terpancar melalui hidup kami. Dalam nama Yesus kami berdoa, Amin.” Biarlah kasih menjadi identitas hidup kita, sehingga dunia melihat Allah melalui kita. Amin.