APAKAH RASUL PAULUS MEMBATALKAN TAURAT ?


Apakah Rasul Paulus Membatalkan Taurat?

Pertanyaan mengenai apakah Rasul Paulus membatalkan Taurat merupakan salah satu topik teologis yang penting dalam memahami hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Banyak orang, baik dari kalangan Yahudi maupun Kristen, mempertanyakan sikap Paulus terhadap hukum Taurat karena dalam surat-suratnya, ia tampak menekankan iman kepada Yesus Kristus lebih daripada ketaatan terhadap hukum Taurat. Namun, ketika ditelusuri secara menyeluruh, pengajaran Paulus bukanlah pembatalan terhadap Taurat, melainkan penjelasan tentang fungsi sejatinya dalam terang karya keselamatan Yesus Kristus. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan membahas empat poin utama secara mendalam.

1. Taurat Bukan Dibatalkan, Tapi Digenapi dalam Kristus

Salah satu ayat kunci dalam memahami sikap Paulus terhadap Taurat terdapat dalam Roma 3:31:

"Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat oleh iman? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya."

Ayat ini menunjukkan bahwa Paulus menolak anggapan bahwa iman kepada Kristus membatalkan hukum Taurat. Justru sebaliknya, ia menyatakan bahwa hukum Taurat diteguhkan melalui iman. Pernyataan ini penting karena menunjukkan bahwa Paulus melihat Taurat sebagai sesuatu yang tetap memiliki nilai, namun tidak sebagai sarana utama keselamatan.

Paulus memahami bahwa tujuan utama dari Taurat adalah untuk menyatakan kehendak Allah dan menunjukkan standar kekudusan-Nya. Namun, manusia yang berdosa tidak mampu memenuhi standar ini, sehingga Taurat membawa manusia kepada kesadaran akan dosa. Dalam Roma 7:7, Paulus menulis, “Apakah yang akan kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa.”

Dengan demikian, Taurat berfungsi sebagai cermin yang memperlihatkan keberdosaan manusia. Namun, solusi bagi dosa bukanlah ketaatan sempurna terhadap hukum tersebut, melainkan iman kepada Kristus yang telah menggenapi hukum itu. Dalam hal ini, Yesus bukan datang untuk membatalkan Taurat, melainkan untuk menggenapinya (Matius 5:17). Maka, Paulus sebagai pengajar Injil Kristus juga mengikuti prinsip yang sama, yaitu bahwa dalam Kristus, maksud dan tujuan hukum Taurat digenapi.

2. Taurat Tidak Menyelamatkan

Poin kedua yang penting dalam ajaran Paulus adalah bahwa hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan manusia. Ini ditegaskan dalam Galatia 2:16:

"Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh iman dalam Yesus Kristus."

Paulus menekankan bahwa pembenaran (justifikasi) datang bukan dari perbuatan menaati hukum Taurat, tetapi dari iman kepada Kristus. Alasan utamanya adalah karena tidak ada seorang pun yang sanggup menaati hukum Taurat secara sempurna. Akibatnya, jika keselamatan bergantung pada ketaatan terhadap hukum, maka tidak ada yang bisa diselamatkan.

Dalam surat Galatia, Paulus bahkan memperingatkan jemaat bahwa mereka yang berusaha dibenarkan oleh hukum Taurat, justru terpisah dari kasih karunia Kristus (Galatia 5:4). Ini menunjukkan bahwa Taurat memiliki keterbatasan dalam hal menyelamatkan, karena fungsinya lebih kepada menyadarkan manusia akan kebutuhan mereka akan anugerah.

Paulus sendiri adalah seorang Farisi sebelum mengenal Kristus. Ia sangat taat kepada hukum Taurat. Namun, setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus, ia menyadari bahwa ketaatan hukum tanpa iman tidak membawa kepada keselamatan, dan bahwa kasih karunia Allah dalam Kristus adalah jalan keselamatan yang sejati. Oleh karena itu, dalam Filipi 3:8-9, Paulus menyatakan bahwa segala keuntungan lahiriah yang ia miliki menurut hukum Taurat dianggap sebagai sampah dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus.

3. Yesus adalah Kegenapan Taurat

Meskipun bukan kata-kata langsung dari Paulus, ajaran Yesus dalam Matius 5:17 sangat berhubungan erat dengan pemikiran Paulus:

“Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”

Yesus sendiri menyatakan bahwa kedatangan-Nya bukan untuk membatalkan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya. Artinya, seluruh isi Taurat menunjuk kepada Kristus, baik dalam nubuat, hukum moral, maupun dalam sistem korban. Dalam Kristus, semua yang dikehendaki Allah dalam Taurat mencapai kepenuhannya.

Paulus kemudian menafsirkan kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus sebagai pemenuhan terhadap tuntutan Taurat. Dalam Roma 10:4 ia menyatakan, “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.”

Artinya, Kristus menjadi titik akhir dari tujuan hukum Taurat. Bagi Paulus, tujuan Taurat bukanlah menjadi beban yang terus menekan umat manusia, tetapi menjadi petunjuk menuju Kristus. Maka ketika seseorang percaya kepada Kristus, ia tidak lagi berada di bawah hukum Taurat, karena ia telah masuk ke dalam hidup baru oleh kasih karunia Allah.

Ini bukan berarti orang percaya boleh hidup semaunya, melainkan bahwa hidup mereka kini dipimpin oleh Roh Kudus, bukan oleh huruf hukum. Dalam Roma 8:2, Paulus menulis: “Roh, yang memberi hidup, telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”

4. Perbedaan antara Hukum Moral dan Hukum Seremonial

Untuk memahami lebih dalam ajaran Paulus, penting untuk membedakan antara dua jenis hukum dalam Taurat: hukum moral dan hukum seremonial.

  • Hukum moral adalah prinsip-prinsip etis yang bersifat universal dan kekal, seperti Sepuluh Perintah Allah. Hukum ini mencerminkan sifat dan kehendak Allah, dan tetap berlaku dalam kehidupan orang percaya. Misalnya, larangan membunuh, berzinah, mencuri, dan menyembah berhala tetap relevan.

  • Hukum seremonial mencakup peraturan tentang korban, upacara keagamaan, makanan halal-haram, sunat, dan hari-hari raya. Hukum ini bersifat simbolik dan menunjuk kepada Kristus sebagai penggenapannya.

Paulus sering berbicara tentang hukum dalam konteks hukum seremonial yang sudah digenapi oleh Kristus. Dalam Kolose 2:16-17, ia menulis:

“Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.”

Dengan kata lain, hukum-hukum seremonial dalam Taurat hanya bayangan dari realitas yang datang dalam Kristus. Maka setelah Kristus datang, hukum-hukum tersebut tidak lagi mengikat secara harfiah, karena tujuannya telah tercapai.

Namun, hukum moral tetap diteguhkan oleh Paulus. Dalam Roma 13:8-10, ia menjelaskan bahwa kasih adalah penggenapan hukum Taurat. Jadi, orang percaya tidak hidup tanpa hukum, melainkan hidup dalam kasih yang memampukan mereka memenuhi kehendak Allah.


Kesimpulan

Dari keempat poin di atas, jelas bahwa Rasul Paulus tidak membatalkan Taurat, melainkan menjelaskan bahwa:

  1. Taurat digenapi dalam Kristus.

  2. Keselamatan tidak datang dari Taurat, tetapi dari iman.

  3. Kristus adalah tujuan dan kegenapan dari Taurat.

  4. Hukum moral tetap berlaku, sementara hukum seremonial telah digenapi.

Paulus mengajarkan bahwa hukum Taurat memiliki fungsi yang penting dalam rencana Allah, tetapi hanya Kristus yang dapat menyelamatkan manusia. Maka, iman kepada Kristus bukan pembatalan Taurat, tetapi penggenapan dan pemenuhan tujuan sejatinya. Orang percaya tidak lagi hidup di bawah kutukan hukum, tetapi dipimpin oleh Roh Kudus dalam hidup yang baru. Dengan demikian, pengajaran Paulus tentang Taurat tidak bertentangan dengan iman Kristen, melainkan mendalamkan pemahaman kita tentang karya keselamatan Allah dalam sejarah umat manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama