PENOLAKAN DOKTRIN API PENYUCIAN / PURGATORIUM

 


Penolakan Api Penyucian (Purgatorium)

1. Pengertian Api Penyucian Menurut Gereja Katolik

Dalam ajaran Gereja Katolik Roma, api penyucian (bahasa Latin: purgatorium) adalah suatu keadaan atau tempat sementara di mana jiwa-jiwa umat beriman yang meninggal dalam kasih karunia Allah tetapi belum sepenuhnya disucikan dari dosa mereka, mengalami penyucian lebih lanjut sebelum masuk ke surga.

Ajaran ini bukan tentang hukuman kekal seperti neraka, melainkan lebih kepada proses pembersihan rohani, agar jiwa benar-benar layak masuk ke dalam hadirat Allah yang kudus. Konsep ini tidak secara eksplisit disebut dalam Alkitab, tetapi Katolik mendasarkan keyakinannya pada tradisi Gereja, konsili-konsili, serta beberapa ayat yang dianggap mendukung, seperti:

  • 2 Makabe 12:42-46 (termasuk dalam Deuterokanonika, yang tidak diakui oleh Protestan),

  • 1 Korintus 3:15 (tentang diselamatkan “seperti dari dalam api”),

  • dan ayat-ayat lain yang menyinggung tentang pembersihan atau pengudusan.

2. Latar Belakang Penolakan: Reformasi Gereja

Penolakan terhadap doktrin api penyucian bermula secara besar-besaran pada masa Reformasi Gereja di abad ke-16, yang dipelopori oleh tokoh seperti Martin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli. Salah satu pemicu Reformasi adalah praktik penjualan indulgensi, yaitu surat penghapusan hukuman sementara atas dosa yang telah diampuni, yang menurut Gereja Katolik dapat mengurangi waktu di api penyucian. Praktik ini disalahgunakan oleh oknum gereja sebagai alat mencari keuntungan finansial.

Martin Luther sangat menentang praktik ini. Ia menulis 95 dalil (95 Theses) yang ditempelkan di pintu Gereja Wittenberg pada tahun 1517. Salah satu isi utama dari dalil tersebut adalah bahwa keselamatan tidak bisa dibeli atau diperoleh melalui surat indulgensi, dan bahwa doktrin api penyucian bukan berasal dari Kitab Suci.

3. Dasar Teologis Penolakan Api Penyucian

a. Sola Scriptura (Hanya Kitab Suci)

Prinsip utama Reformasi adalah Sola Scriptura, yaitu bahwa segala doktrin iman Kristen harus berasal dari Kitab Suci saja. Karena doktrin api penyucian tidak secara eksplisit diajarkan dalam Alkitab, maka reformator menyatakannya sebagai tambahan yang tidak sah dan menyesatkan.

Reformator menganggap bahwa kitab-kitab Deuterokanonika (seperti 2 Makabe) tidak termasuk dalam kanon Kitab Suci yang sah, sehingga tidak dapat dijadikan dasar doktrin.

b. Sola Fide (Hanya Iman)

Reformator menekankan bahwa keselamatan hanya diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan, ritual, atau proses penyucian tambahan. Dalam Roma 3:28 tertulis, “Sebab kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena melakukan hukum Taurat.”

Konsep api penyucian dipandang sebagai bertentangan dengan karya keselamatan Kristus yang sempurna. Jika Yesus sudah menanggung semua hukuman dosa kita, maka tidak diperlukan lagi penyucian tambahan setelah kematian.

c. Karya Kristus yang Sempurna

Dalam Yohanes 19:30, Yesus berkata di atas kayu salib: “Sudah selesai” (It is finished). Ini berarti bahwa segala pekerjaan penebusan telah selesai dilakukan oleh Kristus. Dalam Ibrani 10:14 juga tertulis, “Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.”

Artinya, orang percaya yang mati dalam iman kepada Kristus sudah disucikan oleh darah-Nya, dan tidak perlu mengalami penyucian lanjutan setelah kematian.

d. Penghakiman Segera Setelah Kematian

Ibrani 9:27 menyatakan, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Ini menegaskan bahwa setelah kematian, seseorang langsung menghadapi penghakiman, bukan memasuki tahap penyucian.

Demikian pula, dalam Lukas 23:43, Yesus berkata kepada penjahat yang bertobat di salib: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Tidak ada jeda atau proses penyucian terlebih dahulu.

4. Penolakan terhadap Indulgensi dan Penyalahgunaan

Salah satu aspek yang sangat ditentang oleh para reformator adalah penjualan indulgensi yang dijanjikan dapat memperpendek waktu seseorang di api penyucian. Praktik ini memberi kesan bahwa keselamatan bisa “dibeli,” yang sangat bertentangan dengan prinsip keselamatan oleh anugerah semata.

Pada masa itu, tokoh seperti Johann Tetzel, seorang biarawan Dominikan, menjual indulgensi dengan slogan:

"Segera setelah koin masuk ke dalam kotak, jiwa melompat dari api penyucian ke surga."

Ini menjadi skandal besar dalam sejarah gereja, yang menimbulkan kemarahan di kalangan umat dan menjadi pemicu reformasi.

5. Konsekuensi Teologis dari Penolakan Api Penyucian

Penolakan terhadap doktrin ini berimplikasi pada pemahaman tentang keselamatan, pengudusan, dan akhir hidup manusia menurut kepercayaan Protestan. Beberapa poin pentingnya:

  • Keselamatan sepenuhnya oleh kasih karunia Allah, bukan oleh upaya manusia setelah kematian.

  • Pengudusan adalah proses hidup, bukan setelah mati. Roh Kudus bekerja menyucikan orang percaya selama mereka hidup.

  • Setelah mati, hanya ada dua tempat tujuan akhir: surga bagi mereka yang percaya kepada Kristus, dan neraka bagi yang menolak-Nya.

  • Doa untuk orang mati tidak diperlukan, karena nasib kekal seseorang sudah ditentukan pada saat kematiannya.

6. Pandangan Tokoh-tokoh Reformasi

  • Martin Luther menyatakan bahwa api penyucian adalah ciptaan gereja yang menyimpang dari Injil. Ia menolak bahwa orang mati masih bisa ditolong dengan doa atau perbuatan baik orang yang masih hidup.

  • John Calvin bahkan menyebut doktrin ini sebagai “tipuan dari si jahat” yang membuat umat percaya takut dan bergantung pada manusia, bukan pada Kristus.

  • Zwingli menyatakan bahwa manusia hanya hidup sekali, dan setelah itu langsung menerima upahnya yang kekal.

7. Sikap Gereja Protestan Saat Ini

Sebagian besar denominasi Protestan – termasuk Lutheran, Reformed, Baptis, dan Pentakosta – tetap menolak doktrin api penyucian. Mereka tetap memegang prinsip:

  • Keselamatan adalah oleh kasih karunia melalui iman (Efesus 2:8-9),

  • Kristus adalah jalan satu-satunya (Yohanes 14:6),

  • Darah-Nya cukup untuk menyucikan segala dosa (1 Yohanes 1:7).


Kesimpulan

Penolakan terhadap api penyucian merupakan bagian penting dari teologi Reformasi Protestan yang memulihkan fokus kepada keselamatan oleh kasih karunia, melalui iman, berdasarkan Firman Tuhan saja. Doktrin api penyucian dianggap sebagai ajaran yang tidak alkitabiah, merendahkan karya keselamatan Kristus, dan menyesatkan umat dalam hal pengharapan akan kehidupan kekal.

Dengan menolak purgatorium, para reformator mengarahkan umat kembali kepada kepastian keselamatan di dalam Yesus Kristus, bukan kepada ketidakpastian akan “penyucian sementara” setelah kematian.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama