Definisi:
Apostolik fades dapat diartikan sebagai “kemunduran atau pemudaran nilai-nilai, ajaran, dan otoritas gereja yang bersifat apostolik”, yakni ajaran dan praktik yang berasal dari para rasul Yesus Kristus. Ini menggambarkan proses di mana gereja atau umat Kristen secara perlahan menjauh dari:
-
Pengajaran rasuli asli (seperti dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus),
-
Praktik hidup gereja mula-mula (seperti kesatuan, kesederhanaan, dan penginjilan radikal),
-
Otoritas spiritual yang dipimpin oleh Roh Kudus.
1. Zaman Gereja Mula-Mula (1–3 Masehi): Masa Keemasan Semangat Apostolik
Pada masa inilah gereja pertama kali terbentuk setelah Yesus naik ke surga dan Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2). Para rasul seperti Petrus, Yohanes, dan Paulus menjadi pengajar utama dan pelayan utama gereja. Ini disebut sebagai masa keemasan gereja apostolik, karena ajaran dan kehidupan jemaat masih sangat dekat dan setia pada apa yang diajarkan langsung oleh Kristus.
Gereja hidup dalam persekutuan yang erat, membagi harta milik, tekun berdoa, dan hidup dalam kasih yang nyata. Tidak ada gereja megah atau kekuasaan politik—hanya kesederhanaan dan kuasa Roh Kudus yang bekerja nyata.
Namun, masa ini bukan tanpa tantangan. Para rasul dan jemaat mengalami penganiayaan berat dari orang Yahudi dan Kekaisaran Romawi. Tetapi justru karena penderitaan ini, gereja menjadi semakin kuat, bersatu, dan murni dalam pengajaran serta misi.
Ciri utama masa ini:
Pengajaran murni para rasul
Kuasa mujizat dan kesaksian yang kuat
Tidak ada kompromi dengan dunia
Tidak terikat pada struktur gereja yang kaku
2. Pasca-Kematian Para Rasul (100–300 M): Awal Pergeseran
Ketika para rasul mulai meninggal, muncullah generasi baru pemimpin gereja yang disebut "Bapa Gereja." Mereka mencoba mempertahankan ajaran apostolik, tetapi secara perlahan, perubahan mulai terjadi.
Karena tidak ada lagi saksi mata Yesus, otoritas mulai dialihkan kepada struktur organisasi. Muncul peran uskup sebagai pemimpin utama di kota-kota besar. Sementara itu, ajaran mulai diformalkan dalam bentuk doktrin untuk melawan ajaran sesat (seperti Gnostikisme dan Arianisme).
Walau gereja tetap menghadapi penganiayaan dari Kekaisaran Romawi, kita mulai melihat pergeseran:
-
Dari relasi langsung dengan Roh Kudus ke sistem-sistem ajaran formal.
-
Dari persekutuan sederhana ke struktur yang mulai hirarkis.
Ciri utama masa ini:
Mulai ada jarak antara ajaran asli dan struktur gereja
Pengaruh filsafat Yunani pada teologi
Semangat penginjilan tetap ada, tetapi kurang bebas karena penganiayaan
Munculnya debat teologis dan pembentukan kanon Alkitab
3. Konsolidasi Kekuasaan Gereja (300–500 M): Dari Teraniaya Menjadi Penguasa
Segalanya berubah drastis ketika Kaisar Konstantinus mengesahkan Kekristenan lewat Edik Milan (313 M). Kini, Kekristenan bukan lagi agama yang dikejar-kejar, tapi justru didukung negara. Pada akhirnya, Kekristenan bahkan menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi.
Ini membawa keuntungan besar dalam hal penyebaran iman, tetapi juga menjadi titik awal pemudaran nilai apostolik:
-
Gereja menjadi bagian dari kekuasaan politik.
-
Kekayaan dan kehormatan duniawi mulai masuk ke tubuh gereja.
-
Uskup-uskup punya kedudukan tinggi dalam masyarakat.
Penginjilan masih dilakukan, tetapi dengan cara yang lebih terstruktur dan politis. Kadang, orang masuk Kristen bukan karena percaya Yesus, melainkan karena alasan politik atau tekanan sosial.
Ciri utama masa ini:
Gereja berubah dari komunitas rohani menjadi institusi politik
Banyak kompromi antara iman dan kekuasaan
Ritual semakin menonjol dibanding relasi pribadi dengan Kristus
Ajaran apostolik mulai diselubungi oleh tradisi manusia
4. Abad Pertengahan (500–1500 M): Puncak Kemunduran Spiritualitas Apostolik
Abad Pertengahan sering disebut sebagai Zaman Kegelapan Gereja oleh para reformator. Gereja Katolik Roma menjadi institusi tunggal yang berkuasa di Eropa. Paus memiliki kuasa lebih besar dari raja. Banyak ajaran yang menyimpang dari Alkitab, seperti penjualan surat pengampunan dosa (indulgensi), penyembahan kepada orang kudus, dan ajaran purgatorium.
Gereja tidak lagi menjadi tempat yang membimbing jiwa-jiwa kepada Kristus, melainkan menjadi alat kekuasaan dan penindasan. Banyak pemimpin gereja hidup dalam kemewahan dan korupsi.
Meski begitu, tidak semua gelap. Masih ada tokoh-tokoh seperti St. Francis of Assisi, John Wycliffe, dan Jan Hus yang berusaha hidup seturut nilai apostolik—tetapi mereka seringkali dikucilkan atau dihukum mati oleh gereja.
Ciri utama masa ini:
Pengajaran menyimpang dari Kitab Suci
Gereja menjadi simbol kekuasaan dan kemewahan
Jemaat umum tidak memiliki akses terhadap Alkitab
Kuasa Roh Kudus hampir tak terlihat dalam struktur gereja
5. Reformasi Protestan (1517 M): Usaha Menghidupkan Kembali Semangat Apostolik
Titik balik besar terjadi ketika Martin Luther memakukan 95 dalil di pintu gereja Wittenberg, menentang penyimpangan gereja Katolik. Ini menandai awal Reformasi Protestan, suatu gerakan besar untuk mengembalikan gereja pada ajaran Alkitab (sola scriptura), iman kepada Kristus (sola fide), dan penekanan pada kasih karunia Allah (sola gratia).
Reformasi memunculkan banyak denominasi baru yang mencoba kembali ke semangat gereja mula-mula. Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa lokal agar semua orang bisa membacanya. Ibadah disederhanakan dan hubungan pribadi dengan Kristus ditekankan kembali.
Namun, meski berhasil memperbaiki banyak hal, perpecahan juga terjadi. Denominasi demi denominasi lahir, dan sebagian akhirnya juga membentuk struktur gereja baru yang kaku.
Ciri utama masa ini:
Kembali pada Alkitab sebagai otoritas tertinggi
Fokus pada keselamatan oleh iman, bukan oleh perbuatan atau sakramen
Jemaat mulai berpikir kritis terhadap ajaran
Semangat penginjilan mulai bangkit kembali
6. Gereja Modern: Beragam Upaya untuk Kembali ke Model Apostolik
Di zaman sekarang, gereja global sangat beragam. Ada yang sangat modern dan terbuka, ada juga yang konservatif dan tradisional. Namun, banyak orang Kristen merasa bahwa semangat apostolik telah memudar di banyak tempat. Gereja kadang menjadi pusat hiburan atau bisnis, bukan tempat pertobatan dan penyembahan sejati.
Namun, di sisi lain, muncul berbagai gerakan:
-
Gerakan Pentakosta dan Karismatik yang menekankan kuasa Roh Kudus seperti di Kisah Para Rasul.
-
Gerakan Gereja Rumah (House Church) yang ingin kembali ke persekutuan kecil seperti zaman para rasul.
-
Gerakan Pemuridan dan Penginjilan Radikal yang mencoba meniru semangat pelayanan para rasul.
Meski masih ada banyak tantangan—seperti pengaruh dunia, perpecahan, dan kemunafikan—Tuhan tetap bekerja membangkitkan umat-Nya agar kembali kepada iman yang murni dan penuh kuasa seperti gereja mula-mula.
Ciri utama masa ini:
Kebangkitan spiritual terjadi di beberapa tempat
Masih ada kompromi terhadap dunia dalam banyak gereja
Banyak usaha untuk kembali pada model gereja awal
Kesadaran akan pentingnya kuasa Roh Kudus semakin besar