1. Pemahaman Identitas Baru dalam Kristus
1. Dalam doktrin soteriologi, salah satu kebenaran fundamental adalah bahwa setiap orang percaya yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat memiliki identitas baru. Identitas ini tidak lagi ditentukan oleh masa lalu yang penuh dosa, melainkan oleh kasih karunia Allah yang menyelamatkan.
2. Rasul Paulus menulis dalam 2 Korintus 5:17, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Ayat ini bukan sekadar slogan rohani, melainkan pernyataan teologis yang kuat bahwa keselamatan menghasilkan transformasi total dalam diri manusia.
3. Sebelum menerima keselamatan, manusia hidup dalam kegelapan, diperbudak oleh dosa, dan berada dalam permusuhan terhadap Allah (Efesus 2:1–3). Namun, melalui karya penebusan Kristus, status tersebut berubah menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12), warga kerajaan surga (Filipi 3:20), dan pewaris janji keselamatan (Roma 8:17).
4. Identitas baru ini bukan hasil usaha manusia, melainkan pemberian Allah semata melalui iman kepada Kristus (Efesus 2:8-9). Dengan demikian, tidak ada ruang untuk kesombongan rohani, karena semua orang percaya telah diselamatkan oleh kasih karunia.
5. Identitas baru ini juga mencakup pembaruan akal budi (Roma 12:2). Orang percaya tidak lagi berpikir seperti dunia ini, melainkan mulai menilai segala sesuatu dari perspektif Allah. Mereka mulai memahami bahwa hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk memuliakan Allah.
6. Dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman akan identitas baru ini sangat penting. Banyak orang Kristen masih terjebak dalam rasa bersalah, rasa malu, dan ketidakpastian akan masa depan karena belum benar-benar memahami siapa mereka di dalam Kristus.
7. Dengan menghidupi identitas baru, umat Kristiani akan memiliki keberanian dan keyakinan dalam menghadapi tantangan hidup. Mereka tahu bahwa mereka bukan siapa-siapa di mata dunia, tetapi mereka berharga di mata Allah.
8. Identitas baru ini juga membawa pembebasan dari label-label negatif yang diberikan dunia. Tidak peduli latar belakang, status sosial, atau dosa masa lalu, semua yang ada di dalam Kristus telah dibenarkan dan dikuduskan oleh darah-Nya.
9. Oleh sebab itu, gereja memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan dan menguatkan umat agar terus bertumbuh dalam kesadaran identitas baru mereka. Pengajaran soteriologi yang benar akan memperkokoh iman dan mendorong jemaat hidup sesuai dengan panggilan mereka sebagai umat yang dikasihi Allah.
10. Singkatnya, pemahaman tentang identitas baru dalam Kristus membawa umat Kristiani keluar dari belenggu masa lalu dan memasuki hidup yang penuh pengharapan. Mereka tidak lagi hidup sebagai budak dosa, melainkan sebagai anak-anak terang yang dipanggil untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah (1 Petrus 2:9).
2. Dorongan untuk Hidup Kudus
11. Salah satu hasil langsung dari keselamatan adalah panggilan untuk hidup kudus. Dalam 1 Petrus 1:16 dikatakan, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Ini menunjukkan bahwa keselamatan bukan hanya tentang status, tetapi juga tentang proses perubahan hidup.
12. Hidup kudus berarti hidup terpisah dari dunia yang berdosa dan dikhususkan bagi Allah. Ini bukan berarti hidup tanpa dosa secara sempurna, melainkan hidup dalam pertobatan yang terus-menerus dan keinginan untuk menyenangkan hati Allah.
13. Soteriologi menekankan bahwa keselamatan dimulai dengan justifikasi (pembenaran), namun tidak berhenti di situ. Keselamatan berlanjut dalam proses pengudusan (sanctification), yaitu proses di mana Roh Kudus bekerja dalam hidup orang percaya untuk membentuk karakter Kristus dalam diri mereka.
14. Orang yang telah menerima kasih karunia Allah tidak akan menyia-nyiakan anugerah itu. Sebaliknya, mereka akan terdorong untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan sebagai bentuk ucapan syukur. Kasih karunia bukan alasan untuk hidup dalam dosa, tetapi kekuatan untuk melawannya (Roma 6:1-2).
15. Hidup kudus juga berarti menghindari kebiasaan lama yang berdosa. Seorang yang lahir baru tidak bisa nyaman lagi hidup dalam dosa karena Roh Kudus yang tinggal dalam dirinya akan menegur dan membimbing kepada kebenaran (Yohanes 16:8).
16. Dalam praktiknya, hidup kudus mencakup penguasaan diri, kesetiaan dalam relasi, kejujuran dalam pekerjaan, kasih terhadap sesama, dan sikap rendah hati. Semua ini adalah buah Roh yang akan nyata dalam hidup orang percaya (Galatia 5:22–23).
17. Tantangan hidup kudus memang besar karena dunia terus menawarkan berbagai godaan. Namun, orang percaya memiliki Roh Kudus yang menjadi penolong dan memberikan kekuatan untuk menang atas pencobaan.
18. Hidup kudus bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga menjadi kesaksian bagi dunia. Melalui kehidupan yang berbeda, umat Kristen menunjukkan realitas keselamatan yang mereka alami. Dengan demikian, hidup kudus menjadi sarana penginjilan yang efektif.
19. Gereja harus terus menanamkan nilai-nilai kekudusan ini kepada jemaat, bukan dengan cara hukum Taurat yang kaku, tetapi melalui kasih dan kebenaran Injil. Orang percaya harus terus didorong untuk mengejar kekudusan sebagai respon terhadap karya Kristus.
20. Akhirnya, hidup kudus adalah bentuk nyata dari relasi yang sehat dengan Allah. Ia bukan beban, tetapi sukacita. Seseorang yang telah merasakan kasih Allah dalam keselamatan akan secara alami rindu untuk menyenangkan Dia dalam segala hal.