Advertisement

Responsive Advertisement

AJARAN YESUS TENTANG KEKAYAAN DAN KEPEMILIKAN: TINJAUAN ETIKA KRISTEN TERHADAP KONSUMERISME DI ERA DIGITAL

 


Pendahuluan
Kekayaan dan kepemilikan merupakan tema sentral dalam banyak pengajaran Yesus Kristus. Dalam era digital saat ini, budaya konsumerisme berkembang sangat pesat, didorong oleh media sosial, e-commerce, dan dorongan untuk “memiliki lebih” sebagai standar kesuksesan. Artikel ini bertujuan mengkaji ajaran Yesus tentang kekayaan serta implikasi etika Kristen dalam menanggapi konsumerisme modern.

Ajaran Yesus tentang Kekayaan
Yesus tidak menolak kepemilikan materi, tetapi mengingatkan bahwa kekayaan dapat menjadi penghalang utama dalam hubungan manusia dengan Allah. Dalam Matius 6:19–21, Yesus bersabda, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi... tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga...” Ayat ini menekankan orientasi hidup orang percaya: bukan kepada benda duniawi yang fana, tetapi kepada nilai-nilai kekal.

Yesus juga memperingatkan tentang bahaya cinta uang dalam Lukas 16:13: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Hal ini menunjukkan bahwa uang bisa menjadi “allah” tandingan jika hati manusia terikat padanya.

Kritik Yesus terhadap Konsumerisme
Konsumerisme adalah pola hidup yang mengukur nilai diri dan kebahagiaan dari seberapa banyak yang dimiliki. Dalam Lukas 12:15, Yesus mengingatkan, “Hati-hatilah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berkelimpahan, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya.” Ajaran ini mengkritik langsung semangat konsumerisme yang menyamakan eksistensi dengan kepemilikan.

Etika Kristen tentang Kepemilikan
Etika Kristen memandang bahwa segala sesuatu yang dimiliki manusia adalah titipan Tuhan, bukan milik pribadi yang absolut. Orang percaya dipanggil untuk menjadi penatalayan (steward) yang setia, bukan pemilik egois. Dalam Kisah Para Rasul 2:44–45, kita melihat bagaimana jemaat mula-mula berbagi harta milik mereka demi kesejahteraan bersama, sebagai wujud kasih dan solidaritas.

Respon Kristen terhadap Konsumerisme Digital
Dalam era digital, orang percaya perlu memiliki discernment (hikmat) dalam menggunakan teknologi. Iklan, konten influencer, dan budaya pamer dapat menjebak umat Kristen dalam pola hidup boros, iri, dan membandingkan diri. Sebaliknya, pengajaran Yesus mengarahkan kepada gaya hidup sederhana, penuh syukur, dan memberi bagi sesama (Matius 25:40).

Penutup
Ajaran Yesus tentang kekayaan menantang budaya konsumerisme yang berpusat pada diri sendiri. Umat Kristen dipanggil untuk menjalani hidup dengan sikap cukup, tidak tamak, dan memusatkan hati pada kerajaan Allah, bukan pada benda duniawi. Dengan etika kekristenan yang berakar pada kasih, kerendahan hati, dan pelayanan, orang percaya bisa menjadi terang di tengah dunia yang haus akan harta, namun miskin makna.

Posting Komentar

0 Komentar