1. Pendahuluan
Ajaran kasih dalam kekristenan bukan hanya sekadar etika moral, melainkan inti dari seluruh hukum dan nubuat. Matius 22:37–40 menyajikan perkataan Yesus yang sangat mendasar: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Dalam dunia modern yang semakin kompleks, relasi sosial mengalami banyak tantangan seperti individualisme, intoleransi, dan polarisasi sosial. Oleh karena itu, penting untuk kembali menggali makna kasih yang diajarkan oleh Kristus dalam konteks zaman kini.
2. Teks Alkitab: Matius 22:37–40
Yesus berkata kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Matius 22:37–40)
3. Studi Hermeneutik: Pemahaman Kontekstual
Dalam hermeneutika Alkitab, penting untuk memahami konteks historis, sosial, dan religius. Ayat ini muncul sebagai jawaban Yesus kepada seorang ahli Taurat yang ingin menguji Dia. Jawaban Yesus merangkum seluruh isi hukum Yahudi ke dalam dua bentuk kasih: vertikal (kepada Allah) dan horizontal (kepada sesama). Ini menunjukkan bahwa kasih adalah jantung dari kehidupan iman yang sejati.
4. Kasih sebagai Fondasi Teologi Kristen
Teologi Kristen dibangun di atas pemahaman bahwa Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8). Ajaran Yesus mengafirmasi bahwa kasih adalah hukum yang melampaui semua hukum lain. Tanpa kasih, praktik keagamaan menjadi hampa. Kasih menjadi tolok ukur kebenaran iman dan moralitas dalam kehidupan umat percaya.
5. Transformasi Relasi Sosial oleh Ajaran Kasih
Dalam konteks zaman modern, relasi sosial seringkali diwarnai oleh konflik, diskriminasi, dan keterasingan. Ajaran kasih Yesus menyerukan revolusi hati—untuk melihat sesama sebagai citra Allah, bukan objek kebencian atau persaingan. Kasih memampukan manusia untuk membangun empati, solidaritas, dan keadilan sosial.
6. Kasih sebagai Kritik terhadap Budaya Individualisme
Budaya modern sangat menekankan pada pencapaian individu, sering kali mengorbankan kepedulian terhadap sesama. Ajaran kasih Yesus menjadi kritik profetik terhadap gaya hidup yang egois. Yesus mengundang umat untuk hidup dalam komunitas kasih yang saling melayani, bukan saling memanfaatkan.
7. Relevansi Ajaran Kasih dalam Isu-isu Sosial Kontemporer
Ajaran kasih dalam Matius 22:37–40 sangat relevan untuk menghadapi isu-isu seperti rasisme, kemiskinan, ketimpangan gender, dan krisis lingkungan. Gereja dipanggil untuk menjadi agen kasih yang transformatif dalam dunia yang penuh luka. Mengasihi sesama tidak hanya berarti bersikap baik, tetapi juga memperjuangkan martabat dan keadilan.
8. Praktik Kasih dalam Kehidupan Gereja
Gereja sebagai tubuh Kristus harus mencerminkan kasih Allah dalam liturgi, pelayanan, dan kesaksian. Kasih bukan sekadar kata-kata, tetapi tindakan nyata: menerima yang tertolak, memperhatikan yang miskin, mengampuni yang bersalah, dan merangkul yang tersesat. Tanpa kasih, gereja akan kehilangan rohnya.
9. Tantangan Mewujudkan Kasih di Era Digital
Era digital membawa tantangan baru dalam relasi: komentar anonim yang menyakitkan, polarisasi di media sosial, dan budaya cancel. Namun, kasih Kristus tetap menjadi panggilan untuk menjadi terang dan garam, bahkan dalam dunia maya. Etika digital Kristen harus didasarkan pada kasih yang mengedepankan penghargaan terhadap sesama dan pengampunan.
10. Kesimpulan: Kasih sebagai Jalan Hidup
Matius 22:37–40 bukan hanya menjadi ringkasan hukum Taurat, tetapi menjadi panggilan untuk menjalani hidup dalam kasih. Dalam zaman yang penuh perpecahan, kasih Kristus menjadi jalan pemulihan dan perdamaian. Dengan hidup mengasihi Allah dan sesama, umat Kristen dapat menjadi saksi nyata Injil di tengah dunia yang haus akan pengharapan dan kasih sejati.
0 Komentar