1. Latar Belakang
Krisis iklim global telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia pada abad ke-21. Perubahan iklim, pemanasan global, pencemaran lingkungan, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidup manusia dan seluruh ciptaan. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan penting: apa peran iman Kristen dalam menanggapi krisis ini? Bagaimana teologi dapat memberikan landasan etis dan spiritual dalam merawat bumi sebagai rumah bersama?
2. Landasan Teologis
Konsep teologi keberlanjutan berakar dalam doktrin penciptaan dan mandat budaya dalam Kejadian 1:28 dan Kejadian 2:15, di mana manusia diperintahkan untuk “mengusahakan dan memelihara taman.” Ini bukanlah izin untuk mengeksploitasi, melainkan tanggung jawab untuk menjadi pengelola (stewards) yang setia atas ciptaan Tuhan.
Dalam Mazmur 24:1 tertulis, “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya,” yang menegaskan bahwa bumi bukan milik manusia, melainkan milik Allah. Oleh karena itu, merusak lingkungan berarti juga melanggar perintah Allah dan menghina karya-Nya.
3. Etika Kristen dan Ekoteologi
Etika Kristen dalam menghadapi krisis iklim mencakup:
-
Kesadaran akan tanggung jawab ekologis sebagai bagian dari ketaatan iman.
-
Solidaritas dengan kaum miskin dan rentan, yang paling terdampak oleh perubahan iklim.
-
Pertobatan ekologis, yaitu perubahan gaya hidup untuk mengurangi jejak karbon, konsumsi berlebihan, dan pemborosan energi.
-
Pengharapan eskatologis, bahwa Tuhan akan memperbarui ciptaan, tetapi manusia tetap dipanggil untuk ambil bagian dalam proses pemeliharaan.
Ekoteologi juga memandang bahwa seluruh ciptaan memiliki nilai intrinsik karena diciptakan oleh Allah, bukan semata bernilai karena manfaatnya bagi manusia.
4. Krisis Iklim sebagai Isu Spiritualitas
Krisis lingkungan bukan hanya persoalan teknis atau politik, tetapi menyangkut krisis spiritualitas. Gaya hidup konsumerisme, antroposentrisme, dan mentalitas eksploitasi mencerminkan kegagalan manusia dalam hidup selaras dengan kehendak Allah. Teologi keberlanjutan mengajak gereja dan umat Kristen untuk kembali kepada spiritualitas yang bersahaja, bersyukur, dan menghargai kesakralan ciptaan.
5. Peran Gereja dan Komunitas Iman
Gereja memiliki tanggung jawab profetis untuk:
-
Mengedukasi jemaat tentang teologi lingkungan melalui khotbah, seminar, dan kurikulum gereja.
-
Mengembangkan liturgi dan doa-doa yang merayakan dan mendoakan ciptaan.
-
Mengambil tindakan nyata seperti penghijauan, pengelolaan sampah, penggunaan energi terbarukan, serta menjadi suara kenabian terhadap kebijakan yang merusak lingkungan.
6. Dialog Antaragama dan Tanggung Jawab Global
Etika Kristen dalam isu lingkungan juga membuka ruang dialog antaragama. Banyak agama dunia memiliki nilai serupa tentang kesucian ciptaan. Umat Kristen diajak untuk bekerja sama lintas iman dalam upaya global melawan krisis iklim, sebagai wujud dari kasih Allah yang universal.
7. Kesimpulan
Teologi keberlanjutan adalah seruan untuk menyelaraskan iman dan aksi. Dalam menghadapi krisis iklim global, gereja dipanggil untuk tidak tinggal diam, tetapi menunjukkan kasih kepada Allah dan sesama melalui kepedulian terhadap bumi. Etika Kristen dalam konteks ini bukan hanya soal moralitas, tetapi ekspresi spiritualitas yang menghormati Sang Pencipta dan ciptaan-Nya.
0 Komentar