KONFESI-KONFESI KRISTOLOGIS DI ERA EKUMENE

 


Konfesi-Konfesi Kristologis di Era Ekumene

Pendahuluan
Konfesi Kristologis adalah pernyataan iman gereja mengenai pribadi dan karya Yesus Kristus. Dalam sejarah gereja, tema Kristologi menjadi pusat perhatian karena identitas Yesus sebagai Tuhan dan manusia merupakan fondasi iman Kristen. Di era ekumene, yang ditandai dengan upaya gereja-gereja dari berbagai tradisi untuk mencari kesatuan, pembahasan tentang Kristologi menjadi salah satu aspek penting dalam membangun pemahaman bersama.


1. Era Ekumene dan Tantangannya

1.1. Definisi Era Ekumene
Era ekumene adalah masa di mana gereja-gereja dari berbagai denominasi berupaya menjalin kerja sama untuk memperjuangkan kesatuan tubuh Kristus tanpa menghilangkan keunikan tradisi masing-masing. Gerakan ekumenis dimulai secara resmi dengan pembentukan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (World Council of Churches) pada tahun 1948.

1.2. Tantangan Kristologis dalam Ekumene
Dalam sejarah, perbedaan pandangan Kristologis sering kali menjadi penyebab perpecahan. Ajaran-ajaran seperti Arianisme, Nestorianisme, dan Monofisitisme menimbulkan pertikaian yang memengaruhi relasi antar-gereja. Oleh karena itu, era ekumene menghadapi tantangan untuk menjembatani perbedaan ini tanpa mengorbankan kebenaran teologis yang telah diterima oleh masing-masing tradisi.


2. Konfesi Kristologis dalam Sejarah Gereja

2.1. Pengakuan Iman Nicea (325 M)
Pengakuan Iman Nicea dirumuskan untuk melawan Arianisme, yang menyangkal keilahian Yesus Kristus. Dalam konsili ini, Yesus ditegaskan sebagai:

  • "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat dengan Bapa."

Nicea menjadi dasar bagi pengakuan akan Yesus sebagai Allah yang sepenuhnya dan manusia yang sepenuhnya.

2.2. Konsili Kalsedon (451 M)
Konsili ini menghasilkan pengakuan bahwa Yesus Kristus memiliki dua kodrat, yaitu kodrat ilahi dan manusiawi, yang bersatu tanpa tercampur, berubah, terpisah, atau terbagi. Pernyataan ini mengoreksi ajaran Nestorianisme dan Monofisitisme.

2.3. Konfesi Augsburg (1530 M)
Dalam tradisi Reformasi, Konfesi Augsburg menegaskan bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Reformasi membawa pembaruan Kristologi yang menekankan sola Christus (hanya Kristus) sebagai satu-satunya perantara keselamatan.


3. Kristologi di Era Ekumene

3.1. Dialog Kristologis Antar-Tradisi
Gereja-gereja dari tradisi Katolik, Ortodoks, dan Protestan telah berpartisipasi dalam dialog ekumenis untuk mencapai kesepahaman tentang Kristologi. Beberapa poin utama adalah:

  • Pengakuan akan otoritas konsili-konsili awal, seperti Nicea dan Kalsedon.
  • Kesepakatan tentang Yesus sebagai Allah dan manusia.

3.2. Konsensus Kristologi Modern
Dialog ekumenis telah menghasilkan dokumen-dokumen penting, seperti The Common Christological Declaration (1994) antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur. Dalam deklarasi ini, kedua belah pihak menyatakan iman yang sama terhadap dua kodrat Kristus sebagaimana dirumuskan di Kalsedon.

3.3. Tantangan Modern
Beberapa tantangan dalam diskusi ekumenis Kristologis di era modern meliputi:

  • Perbedaan dalam interpretasi alkitabiah tentang Yesus.
  • Pandangan postmodern yang menolak keunikan Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
  • Kebutuhan untuk menanggapi isu-isu kontemporer seperti pluralisme agama dan sekularisme.

4. Implikasi Kristologi bagi Ekumene

4.1. Kesatuan Gereja
Pemahaman bersama tentang Kristus dapat menjadi dasar persatuan. Sebagai Kepala Gereja, Kristus adalah pengikat antara tradisi yang berbeda.

4.2. Misi Global
Kesatuan Kristologis mendukung kesaksian gereja di tengah dunia. Dengan berbicara dalam satu suara tentang Kristus, gereja dapat lebih efektif dalam mengemban misinya.

4.3. Pengayaan Teologis
Dialog ekumenis membantu setiap tradisi menggali kekayaan iman Kristologis yang ada di dalam Alkitab dan sejarah gereja.


Kesimpulan

Konfesi-konfesi Kristologis di era ekumene memainkan peran penting dalam memperjuangkan kesatuan tubuh Kristus. Dengan kembali kepada dasar pengakuan iman seperti yang dirumuskan dalam konsili-konsili awal, gereja dapat melanjutkan dialog teologis yang memperkuat kesaksian bersama. Meski tantangan tetap ada, era ekumene memberikan harapan bahwa perbedaan dapat dirangkul dalam semangat persatuan yang berpusat pada Yesus Kristus.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama