Peristiwa penggenapan kematian anak sulung pada tulah ke-10 merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Israel, seperti yang tercatat dalam Kitab Keluaran 11-12. Tulah ke-10 ini adalah puncak dari sepuluh tulah yang Allah kirimkan ke Mesir melalui Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan. Berikut adalah cerita panjang mengenai peristiwa tersebut:
Latar Belakang Tulah Ke-10
Bangsa Israel telah diperbudak di Mesir selama lebih dari 400 tahun. Allah mendengar seruan mereka dan mengutus Musa serta Harun untuk meminta Firaun membebaskan bangsa Israel. Namun, hati Firaun keras, sehingga Allah mengirimkan sepuluh tulah sebagai bentuk penghukuman atas Mesir dan untuk menunjukkan kuasa-Nya.
Tulah ke-10 adalah puncaknya, yakni kematian anak sulung di seluruh Mesir. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan keadilan Allah, tetapi juga mengawali penggenapan janji Allah untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian.
Perintah Allah kepada Musa
Allah memerintahkan Musa untuk memperingatkan Firaun bahwa tulah terakhir ini akan terjadi jika ia tetap menolak membebaskan bangsa Israel. Musa berkata kepada Firaun:
"Tuhan berkata: Sekitar tengah malam, Aku akan berjalan melalui Mesir. Semua anak sulung di tanah Mesir akan mati, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai anak sulung budak perempuan yang bekerja di batu kilangan, dan semua anak sulung ternak." (Keluaran 11:4-5).
Allah juga memberikan instruksi kepada bangsa Israel untuk mempersiapkan diri mereka. Mereka diperintahkan untuk menyembelih seekor anak domba tanpa cacat dan menyapukan darahnya pada ambang pintu dan tiang pintu rumah mereka. Darah itu menjadi tanda perlindungan:
"Dan ketika Aku melihat darah itu, Aku akan melewati kamu; tidak akan ada tulah kemusnahan menimpa kamu." (Keluaran 12:13).
Pelaksanaan Malam Paskah
Malam itu, bangsa Israel berkumpul di rumah masing-masing. Mereka memanggang daging anak domba dan memakannya bersama roti tidak beragi serta sayur pahit, sesuai dengan perintah Allah. Allah memerintahkan mereka untuk makan dengan pakaian siap bepergian, sebagai tanda kesiapan mereka untuk meninggalkan Mesir.
Tepat pada tengah malam, Allah mengirimkan malaikat maut yang melewati seluruh Mesir. Setiap rumah yang tidak memiliki tanda darah pada pintu mereka mengalami kematian anak sulung, termasuk rumah Firaun. Tangisan dan ratapan menggema di seluruh Mesir:
"Maka pada tengah malam Tuhan membunuh semua anak sulung di tanah Mesir, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai anak sulung tawanan yang ada di penjara, dan semua anak sulung ternak." (Keluaran 12:29).
Penggenapan Kematian Anak Sulung
Tulah ini begitu dahsyat sehingga Firaun akhirnya menyerah. Ia memanggil Musa dan Harun di malam itu juga dan memerintahkan bangsa Israel untuk segera pergi dari Mesir:
"Bangunlah, keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, beribadahlah kepada Tuhan seperti yang kamu katakan!" (Keluaran 12:31).
Orang Mesir bahkan memberikan perhiasan emas dan perak kepada bangsa Israel sebagai bekal perjalanan mereka, sesuai dengan nubuat Allah sebelumnya.
Makna Teologis
Penggenapan kematian anak sulung dalam tulah ke-10 memiliki makna teologis yang dalam:
Pembebasan Umat Allah: Peristiwa ini menandai awal pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, sebuah gambaran dari pembebasan Allah terhadap umat-Nya dari perbudakan dosa.
Tanda Darah: Darah anak domba yang melindungi bangsa Israel menjadi simbol dari darah Kristus, Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia dan memberikan kehidupan kekal.
Keadilan Allah: Tulah ini menunjukkan keadilan Allah terhadap penindasan dan kekerasan. Meskipun tampak keras, tindakan ini merupakan penghukuman yang adil atas ketidaktaatan dan pemberontakan Firaun.
Permulaan Paskah: Malam itu menjadi awal perayaan Paskah, yang diperingati oleh bangsa Israel sebagai peringatan atas pembebasan mereka.
Kesimpulan
Kematian anak sulung pada tulah ke-10 adalah peristiwa penting yang menunjukkan kekuasaan Allah dan kasih-Nya terhadap umat-Nya. Peristiwa ini juga mengajarkan umat manusia tentang pentingnya ketaatan dan iman kepada Allah yang memegang kendali atas sejarah. Bagi umat Kristen, peristiwa ini menunjuk kepada karya keselamatan Kristus, Anak Domba Allah, yang mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar