Renungan Harian – 12 April 2025
Judul: Ketika Tuhan Terasa Diam
Ayat Alkitab: Mazmur 13:1-2
“Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekhawatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?”
Ada masa-masa dalam hidup ketika Tuhan terasa diam. Doa yang kita panjatkan seperti menggantung di langit-langit, tidak kunjung mendapat jawaban. Kita mungkin merasa seperti Daud dalam Mazmur ini—ditinggalkan, dilupakan, dan dibiarkan bergumul sendirian. Pertanyaan “berapa lama lagi?” menjadi jeritan jiwa yang lelah menunggu.
Ketika Tuhan terasa diam, bukan berarti Dia tidak peduli. Sama seperti seorang guru yang diam saat murid sedang ujian, demikian juga Tuhan. Ia tahu bahwa dalam keheningan-Nya, ada pelajaran iman yang sedang Ia tanamkan. Tuhan sedang menguji apakah kita tetap percaya, walau tidak melihat; tetap setia, walau tak segera ditolong.
Keheningan Tuhan sering kali bukan tanda penolakan, melainkan bentuk pembentukan. Ia sedang menguatkan hati kita, membentuk karakter kita, dan memurnikan motivasi kita. Saat segalanya terasa gelap, justru di situlah iman diuji dan bertumbuh. Iman sejati bukan percaya saat semuanya baik, tapi tetap berharap ketika segalanya tak pasti.
Daud tidak berhenti pada keluh kesah. Dalam ayat-ayat selanjutnya, ia kembali mengarahkan pandangannya kepada kasih setia Tuhan. Ini mengajarkan kita bahwa mengeluh kepada Tuhan bukanlah dosa—asal keluhan itu berujung pada kepercayaan yang dipulihkan. Tuhan tidak tersinggung oleh kejujuran hati kita. Ia justru rindu agar kita datang dan membuka isi hati kita di hadapan-Nya.
Terkadang Tuhan diam agar kita belajar untuk bersandar lebih erat. Ketika jawaban-Nya tidak datang dalam bentuk yang kita inginkan, mungkin karena Dia sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar. Rencana-Nya tidak pernah gagal. Waktu-Nya tidak pernah terlambat. Yang kita butuhkan adalah tetap berharap, dan terus berjalan meski perlahan.
Dalam dunia yang serba cepat dan instan, menunggu Tuhan terasa berat. Tapi justru dalam masa penantian itu, kita belajar mengenal siapa Tuhan sebenarnya. Kita belajar bahwa nilai sejati hidup bukan diukur dari seberapa cepat doa dikabulkan, tapi seberapa dalam hubungan kita dengan-Nya terbangun.
Yesus pun pernah mengalami “keheningan” Bapa di kayu salib. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” adalah teriakan penuh penderitaan dari Anak Allah. Namun, dari keheningan itulah datang kemenangan dan keselamatan bagi dunia. Maka jika kamu merasa Tuhan diam, ingatlah: mungkin itu sedang mendekatkanmu pada kemuliaan yang lebih besar.
Kita tidak berjalan sendiri. Tuhan tidak pernah betul-betul meninggalkan kita. Dia hadir dalam diam, bekerja dalam senyap, dan menyertai tanpa harus terlihat. Dia tahu luka di hati kita, air mata yang tak terlihat, dan harapan yang mulai pudar. Dan Dia memeluk kita melalui firman-Nya hari ini.
Mari tetap percaya, meski tidak melihat. Tetap berharap, meski masih menunggu. Dan tetap mengasihi Tuhan, meski hati sedang diliputi pertanyaan. Karena kasih-Nya tidak pernah berkesudahan. Keheningan Tuhan bukan akhir cerita, tapi bagian dari proses menuju pemulihan.
Doa:
Tuhan, aku sering merasa takut saat Engkau terasa diam. Tapi hari ini aku mau belajar percaya bahwa Engkau tidak pernah meninggalkanku. Tolong aku untuk tetap berharap, tetap percaya, dan tetap berjalan bersama-Mu. Pulihkan hatiku dan kuatkan imanku. Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.